Saat diminta untuk mendampingi Lembaga Rumah Anak Sholeh (RAS), yang berlokasi di pemukiman pesisir pantai, kota Padang, sebagian besar anak di sana berbicara dengan nada yang tinggi, kadang memotong pembicaraan mentor, ikut bicara ketika mentor berbicara, mengganggu teman yang sedang diam, rebutan mainan atau alat tulis yang kadang berujung dengan perkelahian.
Ada juga yang masuk ke kelas lewat jendela dan ketika ditegur marah dan menggedor pintu. Hal ini membuat para mentor terkadang kehilangan cara dan lelah harus terus mengingatkan. Namun, setelah saya mencoba mendampingi Aktivitas Nilai melalui program 30 Menit Bernilai di RAS, ada banyak perubahan positif yang terjadi.
Mentor menemukan cara damai untuk mendekati anak-anak dan mengajak mereka bekerjasama dengan tertib. Anak-anak juga saling mengingatkan kalau ada yang tidak tertib. Berkurang yang mengamuk atau marah apabila diingatkan untuk mengikuti tata tertib, karena sudah paham apa itu kerjasama dan kesepakatan. Suara keras melunak dan perkelahian fisik pun berkurang. Anak-anak mau masuk lewat pintu, tidak lewat jendela lagi. Mereka sukarela merapikan lagi alat-alat belajar dan sebagian mau menjaga dan merawatnya. Beberapa orangtua juga mengungkapkan bahwa anaknya menjadi lebih mudah untuk diajak bicara dan mau mengikuti saran orangtuanya.
Melihat banyaknya perubahan positif tersebut, mulai ada beberapa permintaan yang muncul untuk melakukan pendampingan Aktivitas Nilai melalui program 30 Menit Bernilai. Seperti tawaran dari Yayasan Aksi Peduli Bangsa di Pulau Mentawai dan Rumah HADIR KaLina di bawah komunitas Pemuda Indonesia Menyapa (PENA), Lampung Selatan – Dusun Marga Kaca. Tawaran di daerah Nyalindung – Subang, Daerah pesisir dan pasaman- Sumatera Barat yang sebagian besar merupakan daerah pedalaman.
Fitria Laurent
Trainer LVE dan Founder Komunitas Sahabat Edukasi