Sabilulungan, dasar gotong royong
Sabilulungan, urang silih rojong
Sabilulungan, genteng ulah potong
Sabilulungan, persatuan tembong…..
Demikianlah sepenggal lirik lagu tradisional Sunda yang berjudul Sabilulungan yang menghantar para peserta dan Pelatih LVE ngibing (Sunda: menari) bersama. Dalam Bahasa Indonesia, sabilulungan diterjemahkan menjadi gotong royong. Makna sabilulungan lebih dalam dari sekedar bekerja bersama-sama. Kata ini mengandung makna seiya-sekata, sepengertian, senasib-sepenanggungan, saling dukung dalam persaudaraan.
“Saya merinding, terharu melihat begitu serunya para guru ini bernyanyi dan ngibing. Semuanya kompak menggunakan busana tradisional. Saya sempat mengira kalau mereka bakal malu-malu. Ternyata, wah, semangat sekali, wajahnya sumringah (berseri-seri). Semuanya lebur, peserta dan fasilitator, gak ada jarak lagi”. Demikian sekelumit kisah kebahagiaan yang dibagikan oleh Tantri Maharesi kepada Karuna Bali dari pelatihan LVE di SDN 128 Haurpancuh, Sadang Serang, Bandung. “Kepala sekolah pun sampai mengomentari bahwa ini pertama kalinya melihat semua guru begitu kompak dan sangat ceria”, demikian tambahnya.
Tantri tidak sendiri. Bersama Rani A. Dewi dan Dini Singadipoera ia memfasilitasi pelatihan yang berlangsung sukses sekaligus mengharukan tersebut. Ketiga trainer ini aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Mereka tergabung dalam Yayasan Indonesia Bahagia (YIB) yaitu sebuah organisasi yang aktif mempromosikan pesan-pesan kebahagiaan dan perdamaian lewat kampanye Gerakan Indonesia Bahagia (GIB) dengan berbagai bentuk aktivitasnya.
Pelatihan yang dikoordinir oleh Dini Singadipoera ini tidak hanya menyatukan peserta untuk mengenal lebih dekat nilai yang ada dalam dirinya. Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 14 – 16 Januari 2019 ini menjadi penguat tekad para peserta untuk bersama-sama membuat perubahan positif di sekolah dan di keluarga. Mereka menyadari bahwa untuk membuat perubahan tidak selalu mudah namun mungkin diupayakan. Hal itu tercermin dalam pernyataan salah satu peserta yang berharap agar prosesnya tidak berhenti pada pelatihan, namun diteruskan melalui praktek di rumah. “Acara seperti ini juga bagus untuk diadakan dengan pasangan (suami/istri), jadi ada sinergi, tidak ada kesenjangan. Karena perubahan tidak bisa diupayakan secara sepihak, namun melibatkan kedua belah pihak”, ujarnya.
Agaknya, makna seiya-sekata, sepengertian, dan saling dukung dalam persaudaraan tidak hanya berlaku dalam ranah kehidupan bermasyarakat, namun cukup relevan diterapkan di keluarga. Keluarga yang merupakan unit terkecil masyarakat menjadi ladang bagi tumbuhnya benih-benih kebaikan. Ajakan untuk seluruh anggota keluarga untuk selalu melihat ke dalam dan menemukan nilai yang sama menjadi titik awal terbentuknya saling pengertian dan saling penerimaan. Hal tersebut menjadi modal utama dalam membangun kerjasama dan semangat untuk saling mendukung. Jika kondisi tersebut bisa menguat dalam sebuah keluarga, bukan hal yang sulit untuk menularkannya pada orang-orang di sekitarnya, yang akan membuka jalan kerukunan dan kedamaian semakin lebar.
….Tohaga, rohaka
Rempug jukung ngabasmi pasalingsingan
Satia, Sajiwa
Rempug jukung ngabasmi pasalingsingan…
Alunan lagu Sabilulungan dan gerak tari para peserta di ruangan SDN 128 Haurpancuh tersebut tidak sekedar menjadi kenangan yang indah. Lebih dari itu, menjadi sarana menghidupkan nilai persatuan dan kerjasama, sesuatu yang semakin penting dikuatkan dalam masyarakat saat ini.