Salah satu trainer LVE, Yudhi Widdyantoro, ikut serta dalam penanganan trauma healing pasca gempa di Lombok sepanjang bulan September 2018.

Berikut ini cerita yang dia bawa pulang dari Lombok:


Yoga Peduli Gempa Lombok

Sejak remaja saya suka kegiatan luar ruang, antara lain naik gunung. Dari gunung-gunung yang pernah saya daki, Gunung Rinjani di Lombok adalah seperti maskot karena banyak yang akan kita dapati ketika mendaki: padang savana, air terjun, sumber air panas, danau, selain, tentu saja pemandangan yang cantik. Ketika berada di puncak, dengan pandangan mata yang lapang tak terhalang, sampai menjangkau luar pulau Lombok, gunung Agung di Bali bisa terlihat di antara lautan awan.

 

29 Juli terjadi gempa di Lombok. Banyak desa sekitar gunung Rinjani rusak parah dengan korban jiwa yang tidak sedikit. Segera saya minta kawan-kawan di Komunitas Yoga Gembira untuk menyalurkan bantuan hasil donasi yang terkumpul dari pelatihan yoga di Taman Suropati setiap Minggu pagi dengan penekanan agar donasi dikirim melalui sahabat yoga di Lombok dengan tambahan pesan penyalurannya agar disertai dengan ketiatan yoga yang mengajak para penyintas gempa di daerah-daerah terdampak, pada anak-anak dan ibu-ibu di tenda-tenda pengungsian. Tapi ternyata tidak mudah merealisasikan maksud tersebut. Walaupun akhirnya penyaluran donasi tetap dilakukan, lewat Mas Apip di LombokCare Foundation.

 

7 Agustus Lombok kembali berduka. Gempa kembali dengan magnitudo lebih besar dan korban lebih banyak, kerusakan pun lebih parah. Pada titik ini ada “tarikan” kuat untuk berangkat ke Lombok ikut membantu penyintas dengan yoga-meditasi sebagai bekal yang bisa saya beri. Entah bagaimana, secara tak terduka ada kawan praktisi meditasi mengontak saya, mempunyai maksud dan intensi yang sama: ingin membantu dengan menjadi relawan. Demikian juga teman yang sebelumnya, bersama turun membantu pada longsor Banjarnegara beberapa tahun lalu, juga dengan yoga-meditasi. Setelah kontak sana-seni untuk persiapan dan menerima dan menampung sumbangan-donasi barang, seperti selimut, makanan, susu, pampers, dan sebagainya, kami berangkat berlima menuju desa Sembalun Lawang, Lombok Timur bergabung di posko Tangguh, Sahabat Merah Putih yang sudah berada di sana sejak gempa pertama.

 

Pagi sekali, penerbangan pertama di 7 Agustus kami berangkat. Sempat mampir untuk belanja logistik dan tambahan bantuan, juga perlengkapan sekolah dan bahan-bahan untuk permainan (fun games) untuk penyintas di Selong, ibu kota Lombok Timur. Baru berjalan beberpa ratus meter keluar dari supermarket, terjadi lagi gempa lumayan besar. Terlihat sepenjang perjalanan menuju desa Sembalun orang-orang berhamburan keluar rumah dan bangunan yang bergoyang.

Sampai desa Semabalun siang hari. Setelah makan dan penyerahan bantuan ke Ustadz Ocid yang rumah pengajiannya kami jadikan posko, sore hari langsung kami memberi yoga-meditasi serta fun games ke anak-anak dan remaja putri di area persawahan yang mengering tak jauh dari tenda-tenda pengungsian. Anak-anak bisa mengikuti instruksi yoga dengan riang karena dalam gerakan yoga yang dipraktekkan, kami juga sambil menghidupi nilai-nilai cinta, kasih sayang, respek, kerjasama seperti dalam aktivitas nilai dalam pelatihan Living Values Education.

 

Esok pagi-pagi ketika kami sarapan, anak-anak sudah berkunpul di halaman posko kami para relawan. Mereka ingin ada lagi latihan seperti kemarin: yoga-meditasi dan fun games. Posko kami menjadi selalu ramai oleh celoteh dan canda anak-anak desa Sembalun yang datang dari berbagai kolompok tenda (posko) yang tersebar di dusun-dusun desa di punggung gunung Rinjani padi ketinggian 1500 m dpl, di atas permukaan laut,

Pagi itu, selain yoga-meditasi untuk anak-anak, ibu-ibu yang sore sebelumnya menjadi pononton di sekitar yoga anak, sekarang minta juga diadakan kelas yoga-meditasi untuk mereka sendiri yang tidak dicampur dengan anak-anak. Tidak saya duga, ibu-ibu antusias mengikuti latihan yoga-meditasi walau dengan tetap mengenakan pakaian gombor dan tutup kepala yang panjang menjuntai.

 

Demikian juga latihan di sore saat matahari masih menyengat, ibu-ibu dan anak-anak bisa berlatih yoga-meditasi dengan gembira tapi tetap tertib sesuai dengan jiwa mereka masing-masing. Sehari dua kali minimal mereka, para penyintas, ketika sedang berlatih yoga-meditasi dapat mengurangi beban dan tekanan psiko-sosial karena gempa. Lewat yoga-meditasi yang diyakini mempunyai efek terapeutik, menyehatkan secara fisikal, namun ketika latiha yoga-meditasi dilakukan dengan penuh kegembiraan secara mental-psikologi mereka akan mendapatkan manfaat dalam tataran psikis, apalagi sambil dihidupkan dengan nilai-nilai, akan menjangkau juga kemanfaatan secara keruhaniahan penyintas.

Seperti ketika mendaki gunung, mungkin di awal pendakian masih kita jumpai pohon-pohon rindang, besar dan tinggi, banyak juga rintangan seperi pohon tumbang yang menutupi jalur pendakian, namun mendekati puncak gunung, semakin tanah semakin gersang, dan tak ada pohon-pohon besar. Di puncak pendangan tanpa halangan memandang horison luas ke segala arah. Mendaki gunung seperti juga menapaki tangga-tangga filosofi yoga atau melakukan perjalanan spiritual. Seperti analogi buah di pohon, yang kemanfaatannya bukan hanya untuk pohon itu sendiri, tapi juga untuk manusia, atau binatang, idealnya, kemanfaatan yoga bisa juga dirasakan oleh orang lain, bukan hanya kita yang berlatih di atas matras masing-masing. Donasi komunitas yoga yang berlatih yoga di Taman Suropati sampai juga, dan bisa membantu meringankan beban penderitaan penyintas gempa Lombok. (by Yudhi Widdyantoro)

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Post comment