LVE itu mendidik hati: Education of Heart—bukan education of mind (Sr Gerard Philips RSCJ, MA)
Mohammad Shofan added 2 new photos — with Wayan Rustiasa and12 others.
MEMBANGUN TUHAN DALAM DIRI
MELALUI LVE & NVC
Sr. Gerardette Philips, RSCJ, MA, seorang Biarawati dan Dosen Interfaith Dialogue Program Pascasarjana Jurusan Religious Studies, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung. Wanita kelahiran Bombay, India dan sudah cukup lama tinggal di Indonesia (kurang lebih 15 tahun) ini juga aktif mengajar di Universitas Parahyangan (UNPAR) Bandung. Ia juga pernah mengajar Filsafat Barat dan Mysticism Kristiani di The Islamic College For Advanced Studies (ICAS) Jakarta. Saya merasa beruntung berkesempatan melakukan wawancara tentang pelatihan Living Values Education (LVE) dan Non-Violent Communication (NVC) yang pernah diikutinya.
Semenjak mengenal Living Values Education (LVE) dan Non-Violent Communication (NVC) melalui beberapa pelatihan yang telah diikutinya, ia merasa bahwa ini merupakan kesempatan yang luar biasa untuk tetap berada dalam kesadaran—Gerard menyebutnya sebagai jalan untuk bertemu Tuhan. Istilah Tuhan ia gunakan untuk mengacu pada Yang Mahatinggi, Sumber nilai.
Kesadaran untuk bertemu Tuhan, menurutnya, merupakan prasyarat untuk kehidupan berbasis nilai dan bagaimana kekuatan itu memungkinkannya untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas dari dimensi di luar materi: realitas. LVE dan NVC, jelasnya, merupakan media yang tepat untuk latihan spiritual serta memungkinkan seseorang untuk memasuki pesawat kesadaran yang lebih tinggi.
“Seringkali kita mendefinisikan diri kita sebagai peran yang kita mainkan dalam hubungan-hubungan atau pekerjaan tertentu. Ketika (karena alasan apapun), tiba-tiba kita gagal melayani keinginan kita, kita biasanya merasakan rasa kehilangan, kekosongan atau kebingungan. Namun, selalu ada perjalanan kembali ke Diri sejati kita. Sebenarnya, kita tidak pernah kehilangan hubungan kita dengan diri sejati kita karena sifat dasar kita adalah kesadaran murni. Diri yang sebenarnya ada di luar batas ruang dan waktu, tidak memiliki awal atau akhir dan karena itu adalah abadi. Kita merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari lautan intelejensi kesadaran ini. Kita adalah sumber dari semua realitas. Setiap saat, kita bersama dengan Tuhan menciptakan dunia kita atau alam semesta”, jelas Gerard.
Lalu bagaimana pandangannya mengenai LVE dan NVC [?] Ia mengatakan, “Semakin banyak orang dapat itu (LVE-NVC) maka semakin baik”. LVE dan NVC proses tanpa ancaman. Nilai-nilai yang ada dalam LVE menurutnya akan menjadi sebuah standarisasi yang mengarahkan perilaku manusia dalam berbuat kebaikan. Hubungan timbal-balik antara diri kita yang berkesadaran dan lingkungan luar, katanya, saling memberikan stimulus yang dapat mendorong, bahkan saling mempengaruhi untuk melakukan tindakan yang bernilai. Untuk Itu dalam hidup kita harus berani merasakan dan mengakui bahwa kita punya kebutuhan dan itu membuat kita bebas. Itulah feeling, need dan request, sebagaimana diajarkan oleh NVC.
Gerard—yang meraih gelar Doktor dari Sekolah Tinggi Filfasat Driyarkara, dengan judul Disertasinya: “MOVING BEYOND PLURALISM, Approaches of Hans Kung and Seyyed Hossein Nasr to Muslim-Christian Dialogue”—mengaku sangat menikmati hidupnya sebagai seorang pendidik. Seorang pendidik menurutnya bukan sekadar sebagai profesi, tetapi lebih dari itu adalah mengabdi kepada kemanusiaan. Ia melihat dunia pendidikan saat ini penuh dengan masalah karena berangkat dari konsep yang kurang tepat. Selama ini, menurutnya, pendidikan lebih terfokus pada education of mind (mendidik pikiran), lalu membuka hati, dan berharap dunia akan berubah. “Kita terlalu banyak mendidik pikiran dan terlalu banyak membuka hati. Padahal, pendidikan seperti itu, tidak mengubah apa-apa”, jelasnya. Gerard berpendapat bahwa pendidikan akan berfungsi dengan baik jika dimulai dengan education of heart (mendidik hati), lalu membuka pikiran dan hidup akan berubah. Jadi, lanjutnya, LVE itu mendidik hati: Education of Heart—bukan education of mind.