Apa kesibukan Anda akhir-akhir ini?
Saat ini, saya aktif terlibat di program Yowana Kreatif, Capung Melajah di Yayasan Karuna Bali, yang mendampingi anak-anak muda untuk mengenal potensi dirinya dan bertumbuh menjadi pribadi dirinya yang terbaik. Selain itu, saya juga terlibat dengan tim Life Skills Capung Melajah terkait pelatihan Menyimak aktif, pelatihan LVE, dan pengenalan Compassionate Coomunication (NVC) yang diadakan di Yayasan Karuna Bali ataupun di luar. Selain itu, saya juga terlibat dalam kegiatan youth di Yayasan Studi Spiritualitas Brahma Kumaris di Ubud. Hingga saat ini, saya dipercaya menjadi ketua youth Brahma Kumaris Indonesia. Saya juga bergabung di Youth Center, Bumi Sehat Foundation di Nyuh Kuning Ubud dan mendampingi siswa-siswi yang belajar di sana.
Bagaimana awal mula Anda mengenal LVE?
Awal saya mengenal LVE yaitu pada akhir tahun 2007, saat saya menjadi salah satu siswa penerima beasiswa di Yayasan Karuna Bali di Ubud. Suatu ketika, seseorang datang ke ruangan kelas didampingi pendiri Yayasan Karuna Bali (I Wayan Rustiasa), tepatnya di perpustakaan, dan mengenalkan dirinya, beliau adalah Sister Taka. Saat itulah awal mula saya mendengar istilah “living values”. Di tahun yang sama, saya mengikuti sebuah kegiatan, saya lupa apakah itu pelatihan LVE atau hanya kegiatan Aktivitas Nilai. Di kegiatan itu, ada pertanyaan yang diberikan kepada saya dan teman-teman saya, “Siapa orang yang menginspirasimu dan kualitas apa yang dimiliki orang itu?” Saya masih ingat jelas jawaban saya saat itu. Pertanyaan sederhana ini menyentuh hati saya dan membuat saya semakin tertarik untuk mengetahui apa itu living values. Hanya melalui pertanyaan sederhana itu, saya semakin terkoneksi dengan diri saya dan semakin menghargai dan mencintai apa yang sudah ibu saya lakukan untuk saya. Saya pun akhirnya mengikuti pelatihan LVE di Yayasan Karuna Bali. Saya lupa siapa trainer saat itu, kemungkinan Brother Wayan Rustiasa, Brother Philipus Yusenda atau Sister Taka. Ketiganya pernah memberikan pelatihan LVE kepada saya. Saya merasa bersyukur atas pengalaman berharga dari masing-masing trainer tersebut.
Sejak kapan Anda menjadi Trainer dan mengapa Anda mau berkomitmen menjadi Trainer LVE?
Setelah mengenal LVE di Yayasan Karuna Bali saat saya menjadi siswa di sana, saya melanjutkan kuliah di Yogyakarta. Saat di Yogyakarta, saya hampir sering mengikuti kegiatan Living Values bersama Sister Taka. Saat itu, saya belum banyak paham terkait LVE itu sendiri, namun saya merasa senang setiap saat mengikuti kegiatan LVE dan menjadi observer di setiap kegiatan yang diadakan. Bahkan saya ikut menjadi observer saat Train the Trainer (TTT) tahun 2008 di Yogyakarta. Saya senang berada di lingkungan orang-orang yang membahas nilai-nilai. Setelah saya lulus kuliah, saya kembali ke Bali dan bekerja di Yayasan Karuna Bali. Saya pun kembali mengikuti beberapa kali pelatihan lagi. Suatu ketika, saya ditawarkan untuk mengikuti kegiatan TTT yang diadakan di Bogor pada bulan Januari 2016. Awalnya saya sempat ragu karena saya merasa saya belum mengaplikasikan nilai-nilai itu secara maksimal. Namun, setelah saya pikir lagi, ini adalah kesempatan saya belajar dan memperdalam pemahaman saya terkait LVE. Akhirnya saya mengatakan “iya” setelah saya renungkan kembali betapa banyak manfaat yang akan saya dapatkan untuk diri saya dan siswa-siswi yang saya damping di tempat kerja. Saya masih ingat, Brother Philipus Yusenda yang menawarkan ini kepada saya saat itu. Sekarang, ketika saya ingat kembali momen itu, saya merasa bersyukur dan berterima kasih atas dorongan positif yang diberikan kepada saya sehingga saya mengatakan “iya”.
Setelah saya mengikuti pelatihan TTT itu, semakin banyak kesempatan yang saya dapatkan untuk berbagi pemahaman saya terkait LVE. Saya pun mulai memberi pelatihan kepada siswa-siswi yang saya dampingi di CAMPUHAN College. Saya menggunakan 5 emosi dasar LVE sebagai pondasi saya saat mendampingi proses pembelajaran Bahasa Inggris. Saya pun menerapkan pemahaman saya untuk menciptakan suasana belajar dimana setiap siswa merasa dicintai, dipahami, berharga, dihormati, dan merasa aman. Seiring berjalannya waktu, saya mendapat kesempatan menjadi fasilitator di kelas kepemimpinan yang mana saya bisa lebih banyak lagi berbagi terkait aktivitas LVE. Saya bersyukur mengenal LVE. Saya merasa LVE ini sangat membantu saya secara pribadi, baik dalam mengambil keputusan ataupun menjalin koneksi dengan orang lain. Saya semakin menghargai nilai-nilai.
Sampai saat ini, saya masih mau berkomitmen menjadi trainer LVE karena sejak mengenal LVE saya menjadi pribadi yang lebih bisa menghargai diri saya, keluarga saya, serta orang-orang yang saya temui (khususnya siswa-siswi yang saya dampingi). Saya merasa nilai-nilai sudah menjadi bagian terpenting dan paling dasar dalam hidup saya. LVE membantu saya dalam mengenali kualitas positif yang saya miliki serta memberi saya cara mengembangkan nilai-nilai dalam keseharian saya. Oleh karena itu, saya merasa LVE ini penting untuk diketahui oleh setiap orang. Saya ingin terus bertumbuh dengan nilai serta bisa terus berbagi dan belajar dengan orang-orang yang saya temui, baik di lingkungan tempat kerja, di rumah, ataupun di komunitas yang lebih luas lagi.
Apa harapan Anda untuk LVE di Indonesia?
Harapan saya, LVE semakin dikenal oleh orang-orang di Indonesia. Saya berharap setiap orang mendapat kesempatan untuk mengenali kualitas-kualitas indah yang dimiliki dalam dirinya dan mampu mengembangkannya serta menggunakannya dalam kehidupannya sehari-hari baik dalam berkomunikasi serta berelasi dengan siapapun. Dengan mengenali kualitas-kualitas indah yang dimiliki, seseorang akan lebih menikmati hidupnya mampu memberi dampak positif di lingkungan sekitarnya. Semoga semakin banyak orang yang mengenali kualitas-kulaitas indah dalam dirinya dan terus semangat dalam mengaplikasikannya.